Energi

Potensi Besar Energi Terbarukan Indonesia Buka Peluang Investasi, Tantangan dan Harapan Menuju Transisi Energi Bersih

Potensi Besar Energi Terbarukan Indonesia Buka Peluang Investasi, Tantangan dan Harapan Menuju Transisi Energi Bersih
Potensi Besar Energi Terbarukan Indonesia Buka Peluang Investasi, Tantangan dan Harapan Menuju Transisi Energi Bersih

Jakarta — Potensi energi terbarukan Indonesia yang mencapai 333 gigawatt (GW) membuka peluang investasi besar untuk mempercepat transisi energi bersih di Tanah Air. Namun, kesiapan dalam menarik minat investor menjadi tantangan utama yang harus dihadapi. Ketersediaan data proyek, perencanaan yang matang, serta informasi pelelangan menjadi faktor kunci dalam menarik investasi bersih tersebut, Rabu, 26 Maret 2025.

Hal ini disampaikan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui kajian terbarunya bertajuk “Unlocking Indonesia’s Renewable Future” dalam diskusi “Editorial Forum: Meningkatkan Optimisme PLTS dan PLTB Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi di Indonesia” yang digelar pada Selasa, 25 Maret 2025. Diskusi tersebut menyoroti komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

Sebagai bagian dari upaya mencapai NZE, pada tahun 2022 Indonesia telah menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dolar AS (sekitar Rp 310 triliun). Kemitraan ini menargetkan puncak emisi 290 juta ton CO2 dan bauran energi terbarukan sebesar 34 persen pada tahun 2030.

Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, mengungkapkan bahwa meskipun potensi teknis energi terbarukan Indonesia mencapai lebih dari 3.700 GW, pemanfaatannya masih jauh dari optimal, terutama di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Kajian IESR mengidentifikasi potensi pengembangan proyek energi terbarukan hingga 333 GW yang dapat dipasok oleh PLTS, PLTB, dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM).

“Melihat potensi ini, tentu saja ada kontradiksi dengan realitas pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Namun, temuan ini menunjukkan bahwa kita bisa bergerak lebih cepat dalam memanfaatkan energi terbarukan ini, khususnya PLTS dan PLTB,” ujar Deon melalui keterangan pers, Rabu, 26 Maret 2025.

Sementara itu, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR, Pintoko Aji, memaparkan bahwa dari total 333 GW potensi energi terbarukan tersebut, 167 GW berasal dari PLTB daratan, 165,9 GW dari PLTS daratan, dan 0,7 GW dari PLTM. Dari jumlah tersebut, 205,9 GW atau sekitar 61 persen dari total potensi yang layak secara finansial memiliki tingkat pengembalian Equity Internal Rate of Return (EIRR) di atas 10 persen.

“Misalnya saja, sumber daya minihidro banyak di wilayah Sumatera, sementara potensi tenaga angin terbesar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di sisi lain, energi surya memiliki potensi menjanjikan di wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Untuk mewujudkan potensi ini, pembangunan infrastruktur yang mendukung, terutama dalam hal transmisi dan distribusi energi, sangat diperlukan,” tegas Pintoko.

Menanggapi tantangan yang ada, IESR mendorong pemerintah untuk mengakomodasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan dalam perencanaan tata ruang daerah. Penyederhanaan proses pengadaan lahan guna mengurangi risiko investasi serta penetapan target spesifik per daerah dalam pemanfaatan energi terbarukan juga menjadi langkah strategis yang direkomendasikan.

Selain itu, PLN diharapkan dapat menyusun perencanaan serta perluasan jaringan ke lokasi-lokasi yang telah teridentifikasi memiliki potensi keuntungan tinggi. Reformasi mekanisme pengadaan dan pengembangan kebijakan tarif yang lebih kompetitif turut menjadi aspek penting dalam memperkuat daya tarik investasi di sektor ini.

Ketua Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Herman Darnel Ibrahim, menekankan pentingnya pengembangan energi surya dalam masa depan energi Indonesia. Menurutnya, teknologi energi surya telah mencapai kematangan dan semakin kompetitif dibandingkan dengan pembangkit tenaga nuklir maupun gas.

“Pengembangan teknologi energi surya saat ini sudah matang dan semakin kompetitif, terutama dibandingkan dengan pembangkit tenaga nuklir maupun gas,” kata Herman.

Dengan berbagai potensi dan tantangan yang ada, masa depan energi terbarukan Indonesia tetap menjanjikan. Namun, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, investor, serta masyarakat untuk mewujudkan transisi energi bersih secara lebih cepat dan efektif.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index