Logistik

Aparat Penegak Hukum Diminta Selidiki Kerja Sama KAI Logistik dengan SLS Milik Tan Paulin

Aparat Penegak Hukum Diminta Selidiki Kerja Sama KAI Logistik dengan SLS Milik Tan Paulin
Aparat Penegak Hukum Diminta Selidiki Kerja Sama KAI Logistik dengan SLS Milik Tan Paulin

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri diminta untuk menyelidiki kerja sama antara PT KAI Logistik dan PT Sentosa Laju Sejahtera (SLS). Dugaan adanya pelanggaran aturan dalam perjanjian kerja sama tersebut menjadi sorotan publik.

Pada 13 Maret 2024, KAI Logistik dan SLS menandatangani berita acara kesepakatan terkait pemanfaatan aset PT KAI (Persero) untuk pengembangan serta pengoperasian terminal angkutan batu bara di Area Stasiun Kramasan, Sumatera Selatan. Sebelumnya, pada 14 Juli 2023, kedua pihak juga telah menandatangani ketentuan pokok (term sheet) perjanjian kerja sama operasi pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan coal terminal unloading system di area tersebut.

Adapun perwakilan SLS yang hadir dalam kesepakatan tersebut adalah Irwantono Sentosa, Komisaris Utama SLS yang juga merupakan suami dari Tan Paulin, sosok yang dikenal dengan julukan ‘Ratu Batu Bara’. Selain Irwantono, turut hadir Dian Sanjaya selaku Direktur SLS.

Proses Pemilihan Mitra Dipertanyakan

Pihak berwenang didesak untuk menyelidiki apakah pemilihan mitra oleh KAI Logistik dilakukan melalui sistem tender atau penunjukan langsung. Hal ini menjadi pertanyaan mengingat SLS baru didirikan oleh Tan Paulin pada 2021. Perusahaan tersebut bergerak di bidang pertambangan batu bara dan mineral, serta memiliki sejumlah tambang di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara.

Jika kerja sama dilakukan melalui sistem tender, KAI Logistik perlu mengungkap daftar perusahaan yang turut berpartisipasi dalam proses lelang tersebut. Sebaliknya, jika dilakukan melalui penunjukan langsung, KAI Logistik harus menjelaskan alasan spesifik mengapa SLS dipilih sebagai mitra bisnis mereka.

“Aparat penegak hukum wajib melakukan penyelidikan terhadap SLS dan Tan Paulin, karena ada indikasi praktik bisnis yang dijalankan kerap bermain di ‘area abu-abu’,” ujar seorang pengamat intelijen yang enggan disebut namanya.

Jejak Kasus Tan Paulin dan SLS

Tan Paulin sebelumnya terseret dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. KPK telah memeriksa Tan Paulin pada 29 Agustus 2024 di kantor BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur terkait transaksi batu bara di wilayah Kutai Kartanegara.

Dalam kasus Rita Widyasari, KPK telah menyita uang senilai Rp 476 miliar dari berbagai pihak. Rita sendiri dinyatakan bersalah dalam kasus gratifikasi terkait perizinan proyek di Kutai Kartanegara dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 2018. Selain itu, ia dikenakan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan serta pencabutan hak politik selama lima tahun.

Lebih lanjut, Rita juga masih berstatus tersangka dalam kasus dugaan TPPU. Pada Juli 2024, KPK mengungkapkan bahwa Rita menerima gratifikasi dari berbagai pengusaha tambang, termasuk Tan Paulin. Ia diketahui mendapatkan gratifikasi dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika Serikat (USD), yakni sebesar USD 3,3 hingga USD 5 per metrik ton dari perusahaan batu bara, termasuk SLS.

Sebagai bagian dari penyelidikan, rumah Tan Paulin di Surabaya sempat digeledah oleh KPK, dan beberapa dokumen penting disita. Meski demikian, hingga saat ini, publik mempertanyakan lambatnya proses hukum terhadap Tan Paulin.

“KPK tampak belum menindaklanjuti perkembangan kasus ini secara maksimal setelah melakukan penggeledahan dan pemeriksaan beberapa waktu lalu,” kata seorang sumber yang mengetahui perkembangan penyelidikan ini.

Tuntutan Transparansi dari KAI Logistik

Publik menuntut KAI Logistik untuk lebih transparan dalam menjelaskan skema kerja sama mereka dengan SLS. Jika memang tidak ada pelanggaran dalam prosesnya, perusahaan seharusnya dapat mengungkap dokumen terkait dan menjelaskan mekanisme pemilihan mitra kepada publik.

Kasus ini berpotensi membuka kembali perdebatan mengenai transparansi dalam kerja sama antara perusahaan negara dan pihak swasta, khususnya di sektor sumber daya alam yang sering dikaitkan dengan praktik korupsi. Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari KAI Logistik mengenai permintaan investigasi tersebut.

Masyarakat kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa tidak ada praktik korupsi atau kolusi dalam perjanjian ini. Jika terbukti ada pelanggaran, pihak yang bertanggung jawab harus segera diproses hukum guna menegakkan prinsip keadilan dan transparansi dalam pengelolaan aset negara.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index