Pertambangan

Perlawanan Perempuan atas Eksploitasi Oligarki dalam Industri Pertambangan

Perlawanan Perempuan atas Eksploitasi Oligarki dalam Industri Pertambangan
Perlawanan Perempuan atas Eksploitasi Oligarki dalam Industri Pertambangan

JAKARTA - Terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) dianggap sebagai langkah yang mempermudah investasi sektor pertambangan. Namun, di balik regulasi ini, terdapat dominasi oligarki yang semakin memperdalam eksploitasi sumber daya alam dan mengabaikan hak-hak masyarakat, terutama perempuan dan kelompok adat.

Klaim pembangunan yang diusung oleh pemerintah dan perusahaan tambang sering kali hanya menjadi kedok untuk melanggengkan sistem kapitalisme. Nyatanya, aktivitas pertambangan yang masif telah menyebabkan degradasi lingkungan yang berdampak serius terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada alam.

Dampak Industri Pertambangan di Sulawesi Selatan

Salah satu contoh nyata dari eksploitasi sumber daya alam adalah industri pertambangan nikel di Sulawesi Selatan. Menurut laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), sekitar 4.449,2 hektare hutan hujan di wilayah ini telah mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang. Dampak dari kerusakan ini tidak hanya terbatas pada deforestasi, tetapi juga pencemaran lingkungan yang menyebabkan Danau Mahalona terkontaminasi lumpur tambang.

Kerusakan lingkungan ini berimplikasi langsung pada masyarakat sekitar, terutama perempuan yang memiliki ketergantungan besar terhadap sumber daya alam untuk keberlangsungan hidup mereka. Ancaman bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor semakin memperparah kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang telah kehilangan akses terhadap tanah dan sumber daya alam mereka.

"Kami telah kehilangan banyak sumber air bersih, hutan yang dulu memberi kami pangan dan obat-obatan kini hancur karena tambang. Kami tidak hanya kehilangan alam, tetapi juga cara hidup kami," ujar salah seorang perempuan adat dari Luwu Timur yang enggan disebut namanya.

Perempuan di Garis Depan Perlawanan

Perempuan memiliki peran sentral dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, namun mereka juga menjadi kelompok yang paling rentan terdampak oleh eksploitasi sumber daya alam. Dalam situasi di mana lahan dan sumber air bersih semakin tergerus oleh industri pertambangan, perempuan sering kali harus berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Perempuan adat di Sulawesi Selatan telah menjadi garda terdepan dalam perjuangan melawan eksploitasi ini. Mereka menyadari bahwa perjuangan untuk menyelamatkan lingkungan bukan hanya untuk kepentingan saat ini, tetapi juga untuk masa depan generasi mendatang. Dengan membentuk jaringan solidaritas, mereka aktif mengadvokasi hak atas tanah adat dan melawan perusahaan-perusahaan yang mengancam ruang hidup mereka.

Ekofeminisme adalah Gerakan Perlawanan terhadap Oligarki

Dalam menghadapi ekspansi industri pertambangan, ekofeminisme muncul sebagai bentuk perlawanan perempuan terhadap sistem patriarki dan kapitalisme yang mengeksploitasi alam. Teori ekofeminisme yang dikembangkan oleh Vandana Shiva menyoroti bagaimana eksploitasi terhadap alam berjalan seiring dengan penindasan terhadap perempuan, terutama di dalam sistem yang menempatkan keuntungan di atas kesejahteraan manusia dan keberlanjutan lingkungan.

Buku "Perjuangan Perempuan Mencari Keadilan dan Menyelamatkan Lingkungan" (Suliantoro dan Murdiati, 2019) menegaskan bahwa hubungan antara perempuan dan alam adalah simbiosis yang tak terpisahkan. Ketika alam dirusak oleh korporasi tambang, maka perempuan yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam juga akan terdampak secara langsung.

"Perjuangan perempuan bukan sekadar perjuangan gender, tetapi juga perjuangan ekologi. Kami mempertahankan hutan karena kami mempertahankan kehidupan kami sendiri," kata seorang aktivis ekofeminis di Sulawesi Selatan.

Tantangan dalam Perjuangan

Meski gerakan perlawanan perempuan terhadap eksploitasi tambang terus menguat, mereka menghadapi tantangan yang besar. Tekanan dari perusahaan tambang, intimidasi, hingga kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan menjadi ancaman nyata bagi mereka yang berani bersuara. Oligarki yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik sering kali menggunakan berbagai cara untuk membungkam suara-suara kritis.

Namun, perlawanan ini tidak surut. Perempuan-perempuan adat di berbagai wilayah, seperti di Loeha Raya, Luwu Timur, telah membentuk jaringan solidaritas yang semakin kuat. Mereka terus melakukan aksi protes, diskusi komunitas, serta menggalang dukungan dari berbagai organisasi lingkungan dan hak asasi manusia.

Menggugat Kekuasaan, Memulihkan Kehidupan

Gerakan ekofeminisme di Sulawesi Selatan bukan sekadar teori, tetapi aksi nyata yang menuntut perubahan sistemik. Perempuan yang terlibat dalam perjuangan ini tidak hanya menggugat perusahaan tambang, tetapi juga kebijakan negara yang dinilai lebih berpihak kepada kepentingan oligarki dibandingkan kesejahteraan rakyat.

Ekofeminisme menawarkan perspektif baru dalam memahami keadilan sosial dan lingkungan. Gerakan ini menekankan bahwa kesejahteraan perempuan dan keberlanjutan alam harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan pembangunan. Bukan hanya sebagai wacana, tetapi juga dalam implementasi yang nyata di lapangan.

"Kami tidak meminta belas kasihan, kami menuntut hak kami untuk hidup di tanah kami sendiri tanpa ancaman dari perusahaan yang hanya mencari keuntungan," tegas seorang perempuan adat yang ikut dalam aksi protes terhadap pertambangan di Luwu Timur.

Perlawanan terhadap eksploitasi oligarki dalam industri pertambangan bukan hanya tentang menolak kehancuran lingkungan, tetapi juga tentang memperjuangkan keadilan bagi mereka yang selama ini disisihkan oleh sistem. Ekofeminisme bukan hanya panggilan untuk bertindak, tetapi juga harapan akan masa depan di mana perempuan dan alam dihargai, bukan dieksploitasi.

Gerakan ini terus berkembang, menuntut pengakuan, perlindungan, dan pemulihan terhadap lingkungan yang telah dirusak. Dengan semakin banyaknya dukungan terhadap perjuangan perempuan adat, harapan akan perubahan menuju keadilan ekologis dan sosial semakin nyata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index